"Janganlah kamu menjual barang yang tidak kamu miliki" (HR. Tirmizy, Ahmad, An-Nasai, Ibnu Majah, Abu Daud). Hadits diatas secara tegas mengisyaratkan keharaman dalam menjual barang yang bukan milik sendiri.

Id479 14 min read 26-05-23 6956

Bisnis Dropship Dalam Tinjauan Islam

Namun faktanya pada saat ini praktek jual beli secara online banyak yang melakukan hal tersebut. Penjual pada hakikatnya tidak memiliki barang sama sekali.

Namun tetap melakukan penjualan kepada pembeli. Dalam istilah sekarang orang menyebut aktifitas jual beli semacam ini dengan sebutan DROPSHIP.

Lalu apa sebenarnya dropship itu sendiri?

Menurut Wikipedia, Dropship adalah sebuah teknik pemasaran dimana penjual tidak menyimpan stok barang sendiri.

Ketika penjual mendapatkan order, maka penjual tersebut langsung meneruskan kepada distributor/supplier/produsen.

Sedangkan penyedia barang dropship belakangan lebih dikenal dengan sebutan dropshipper.

System dropship sangat menguntungkan bagi reseller karena tidak perlu memikirkan produk yang dijual.

Hal-hal yang berkaitan dengan produk jualan sepenuhnya di tangani oleh produsen/ distributor mulai pengadaan hingga pengiriman ke konsumen.

Dropship jadi HARAM?

Dengan mengacu pada literatur diatas, maka sesungguhnya para reseller ini telah melakukan praktek penjualan produk yang bukan miliknya.

Sehingga secara syariat boleh dikenakan dalil hadits diatas. Wah gawat dong jika demikian?...

Iya, memang "gawat".

Oleh karena itu harus cari tahu bagaimana sebaiknya menjalan bisnis dropship agar tidak masuk kategori sebagai jual beli yang di haramkan oleh syariat Islam.

Mari kita carikan jalan keluarnya dengan merujuk pada ahli fiqih yang kompeten.

Apa itu DROPSHIP?

Dropship keyboard
Image source istock photo

Sebelum melanjutkan kajian dibawah ada baiknya Anda fahami dulu apa itu dropship dan bagaimana mekanisme kerjanya.

Tidak akan di ulas lagi pada halaman ini. Anda bisa cek penjelasan lengkapnya disini : Bisnis Dropship. Nanti bisa di review apakah system tersebut boleh atau tidak secara syariat.

Dalam aktifitas dropship minimal akan selalu ada 3 pihak yang terlibat :

  • Produsen/ Distributor selaku pemilik dan penyedia barang jualan (dropshipper)
  • Reseller pelaku penjual yang aktif menawarkan kepada calon pembeli
  • Buyer sebagai orang yang membeli barang

Sekarang mari kita bahas tentang reseller atau pelaku penjual barang dropship:

  • Reseller menjual barang kepada orang lain, tanpa memiliki dan menyimpan produk sendiri. Karena barang sejatinya berada dalam penguasaan produsen/ distributor.
  • Pada saat terjadi transaksi penjualan reseller menerima order dari konsumen
  • Order yang masuk oleh reseller di teruskan ke distributor
  • Distributor melakukan pengiriman barang ke alamat konsumen sesuai data order reseller
  • Reseller mendapatkan keuntungan sebesar selisih harga konsumen dikurangi dengan harga reseller (harga member).

Beberapa celah mengapa dropship DILARANG

Untuk mengetahui status hukum halal-haram suatu perniagaan, Anda harus melihat tingkat keselarasan sistemnya dengan prinsip-prinsip dasar perniagaan dalam syariat.

Bila perniagaan selaras dengan prinsip syariat, halal untuk Anda jalankan.

Namun bila terbukti menyeleweng dari salah satu prinsip atau bahkan lebih, sepantasnya Anda mewaspadainya.

Ini beberapa kaidah yang harus ada pada sebuah jual beli produk.

Kaidah kejujuran

Untuk mendapat keuntungan dari perniagaan bukan berarti menghalalkan dusta.

Rasulullah  shallallahualaihi wa sallam  dalam beberapa kesempatan menekankan pentingnya arti kejujuran dalam perniagaan, di antara melalui sabdanya

"Kedua orang yang terlibat transaksi jual-beli, selama belum berpisah, memiliki hak pilih untuk membatalkan atau meneruskan akadnya. Bila keduanya berlaku jujur dan transparan, maka akad jual-beli mereka diberkahi. Namun bila mereka berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya keberkahan penjualannya dihapuskan." (Muttafaqunalaih)

Menjual barang yang tidak dimiliki

Islam sangat menekankan kehormatan harta kekayaan kepada para penganutnya. Karena itu Islam mengharamkan berbagai bentuk tindakan merampas atau pemanfaatan harta orang lain tanpa izin atau kerelaan darinya.

Allah  Taala  berfirman, yang artinya:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu." (QS. An-Nisa' 29).

"Tidak halal harta orang Muslim, kecuali atas dasar kerelaan jiwa darinya." (HR. Ahmad, dan lainnya).

Begitu besar penekanan Islam tentang hal ini, sehingga Islam menutup segala celah yang dapat menjerumuskan umat Islam kepada praktik memakan harta saudaranya tanpa alasan yang dibenarkan.

Hindari riba dan efekya

Islam mengharamkan praktik riba dan berbagai praktik niaga yang dapat menjadi celah terjadinya praktik riba.

Di antara celah riba yang telah ditutup dalam Islam adalah dalam hal menjual kembali barang yang telah Anda beli namun secara fisik belum sepenuhnya Anda terima dari penjual.

Belum sepenuhnya Anda terima bisa jadi:

  • Anda masih satu tempat dengan penjual
  • atau fisik barang belum Anda terima, walaupun Anda telah berpisah tempat dengan penjual.

Pada kedua kondisi tersebut Anda belum dibenarkan menjual kembali barang yang telah Anda beli. Hal ini mengingat kedua kondisi tersebut menyisakan celah terjadinya praktik riba.

Sahabat Ibnu Umar  Radhiallahu anhuma mengisahkan:

"Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang dari menjual kembali setiap barang di tempat barang itu dibeli, hingga barang itu dipindahkan oleh para pembeli ke tempat mereka masing-masing" (HR. Abu dawud dan Al-Hakim)

Pola dropship pada praktiknya bisa saja melanggar ketiga prinsip terebut, atau salah satunya, sehingga keluar dari aturan syariat alias haram.

Beberapa celah keharaman yang mungkin terjadi adalah sbb :

  • Seorang reseller bisa saja mengaku sebagai pemiliki barang atau sebagai agen.
  • Ada dugaan dari konsumen bahwa ia membeli dari pihak kesatu dengan harga lebih murah bukan berhadapan dengan calo.
  • Andai konsumen menyadari sedang berhadapan dengan seorang broker atau pihak kedua, bisa saja ia mengurungkan pembeliannya.
  • Kekhawatiran lainnya adalah reseller menawarkan, lalu menjual barang yang belum ia terima meski telah membelinya dari distributor/ produsen
  • Reseller menentukan keuntungan melebihi yang diizinkan distributor/ produsen.

Bisnis Dropship Haram?

Apakah dengan sudut pandang diatas bisa diambil kesimpulan bahwa secara mutlak?

Padahal bisnis model ini sudah demikian marak di jagat maya khususnya Indonesia.

Tunggu dulu saudaraku. Kajian halal-haram bisnis dropship kali ini sesungguhnya baru saja dimulai. Mari kita kupas dari kacamata mereka yang punya kompetensi di bidang ilmu Fiqih.

Ok, tarik nafas dulu ya supaya rileks...

Halal dan Haram Bisnis Dropship

Ilegal Legal
Image source istock photo

Sebenarnya banyak sumber yang bisa diambil sebagai rujukan untuk pembanding dalam artikel ini.

Tapi dari sekian referensi, admin ambil salah satu dari rumahfiqih.com yang kelihatannya cukup komprehensif. [1]

Berikut tausiah dari Ust. Ahmad Sarwat, Lc., MA.

Dalam hukum jual-beli, tidak ada syarat yang melarang seseorang menjual barang milik orang lain. Juga tidak ada keharusan seseorang harus punya barang terlebih dahulu, baru boleh dia jual.

Jadi prinsipnya, seorang boleh menjual barang milik orang lain, asalkan seizin dari yang punya. Dan seseorang boleh menjual 'spek' yang barangnya belum dimilikinya.

Cara Pertama : Simsarah

Cara ini disebut simsarah, yaitu seeorang menjualkan barang milik orang lain dan dia mendapat fee atas jasa menjualkannya. Akad yang pertama ini disepakati kehalalnya oleh seluruh ulama.

Bukankah si penjaga toko biasanya bukan pemilik barang?

Barang-barang yang ada di toko itu bukan milik penjaga. Status penjaga cuma karwayan saja, bukan pemilik toko dan juga bukan pemilik barang.

Bolehkah penjaga toko menjual barang yang bukan miliknya? Jawabannya tentu 100% boleh.

Justru tugas utama si penjual di toko adalah bagaimana menjualkan barang yang bukan miliknya.

Kalau penjaga toko menjual barang miliknya sendiri di toko tempat dia bekerja, itu namanya pelanggaran dan dia bisa dipecat oleh bosnya.

Dan lebih jauh, ternyata barang yang ada di toko itu pun belum tentu milik bosnya. Karena barang-barang itu ternyata cuma konsinyasi saja.

Kalau barang itu laku, uangnya disetorkan, kalau tidak laku, barangnya dikembalikan. Jadi dalam hal ini status toko bukan sebagai pemilik barang, status toko hanya menjualkan barang milik orang lain.

Lalu bagaimana dengan hadits berikut ini yang melarang kita menjual sesuatu yang tidak ada pada diri kita?

لاَ تَبِعْ مَالَيْسَ عِنْدَكَ

Janganlah kamu menjual barang yang tidak kamu miliki (HR. Tirmizy, Ahmad, An-Nasai, Ibnu Majah, Abu Daud)

Hadits ini melarang seseorang menjual barang yang bukan miliknya, maksudnya seseorang menjual barang yang memang dia tidak bisa mengadakannya atau menghadirkannya.

Misalnya, jual ikan tertentu yang masih ada di tengah lautan lepas. Tentu tidak sah, karena tidak ada kepastian bisa didapat atau tidak.

Atau jual mobil yang bisa terbang dengan tenaga surya. Untuk saat ini masih mustahil sehingga hukumnya haram.

Selain itu para ulama juga menyebutkan bahwa maksud larangan dalam hadits ini adalah seseorang menjual barang milik orang lain tanpa SEIZIN dari yang empunya. Perbuatan itu namanya pencurian yang jelas keharamannya.

Tapi kalau yang punya barang malah minta dijualkan, tentu saja hukumnya halal. Dan yang menjualkan berhak untuk mendapatkan fee atas jasa menjualkan.

Kesimpulannya : Tidak ada larangan menjual barang milik orang lain, asalkan seizin dari yang punya barang.

Cara Kedua : Akad Salam (Salaf)

Cara kedua disebut dengan jual-beli salam, atau akad salam. Terkadan juga disebut dengan akad salaf. Keduanya bermakna sama.

Bentuknya merupakan kebalikan dari jual-beli hutang atau kredit. Dalam jual-beli secara hutang atau kredit, barangnya diberikan duluan tetapi uangnya masih dihutang, alias dicicil.

Contohnya jual-beli sepeda motor secara kredit. Bila kita beli motor secara kredit, motor langsung kita bawa pulang, padahal uangnya masih berhutang selama tiga tahun.

Status motor sudah 100% milik kita, meski pembayarannya masih berjangka.

Nah, akad salam adalah kebalikan dari akad kredit di atas. Yang dibayarkan tunai adalah uangnya, sementara barang atau jasanya dihutang.

Hukumnya boleh dan sah dalam hukum syariah. Dan sebenarnya setiap hari kita sudah mempraktekkan.

Contohnya ketika kita beli tiket pesawat atau kereta api. Menjelang musim mudik, biasanya kita sudah beli tiket sejak sebulan sebelumnya, dan itu berarti kita sudah bayar secara tunai.

Tetapi barang atau jasa yang menjadi hak kita baru akan kita nikmati bulan depan, sesuai dengan jadwal perjalanan kita.

Contoh lain adalah tukang jualan komputer.

Modalnya cuma brosur dan spek (baca : spesifikasi) yang ditawar-tawarkan kepada calon pembeli. Lalu begitu ada yang tertarik, pembeli harus bayar lunas, tetapi komputernya akan dikirim 2-3 hari lagi.

Ternyata di tukang komputer itu belum punya komputer, maka dengan uang pembayaran itulah dia berangkat ke Glodok atau Mangga Dua untuk belanja komputer rakitan.

Selesai dirakit, maka komputer itu kemudian diantarkan ke pihak pembeli.

Contoh lainnya lagi adalah ibadah haji dan umrah.

Semua calon jamaah haji dan umrah harus sudah melunasi ONH atau biaya perjalanan umrah beberapa bulan sebelumnya. Padahal berangkatnya ke tanah suci masih beberapa waktu lagi.

Semua contoh di atas adalah akad salam, dimana uangnya tunai diserahkan, sementara barang atau jasanya tidak secara tunai diberikan.

Dan praktek akad salam ini telah berlangsung di masa Nabi SAW dan mendapat pembenaran.

Para shahabat dahulu terbiasa menjual kurma yang belum ada alias pohonnya belum berbuah.

Namun buah yang rencananya akan ada itu sudah ditetapkan secara detail dengan jenis tertentu, kualitas tertentu, berat tertentu, dan juga ditetapkan kapan akan diserahkannya.

Tentu kurma dengan spek seperti itu bukan hal yang mustahil untuk didapat atau diwujudkan, apalagi buat pedagang kurma di Madinah.

Mereka toh sudah punya pohonnya, tiap tahun pasti berbuah. Maka oleh karena itu hukumnya halal. Dan akad ini disebut akad salam.

Meski kurmanya belum berbuah, tetapi sudah boleh dijual duluan, asalkan speknya jelas dan pasti.

Dasarnya adalah hadits-hadits berikut ini :

عَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَدِمَ اَلنَّبِيُّ ص اَلْمَدِينَةَ وَهُمْ يُسْلِفُونَ فِي اَلثِّمَارِ اَلسَّنَةَ وَالسَّنَتَيْنِ فَقَالَ: مَنْ أَسْلَفَ فِي تَمْرٍ فَلْيُسْلِفْ فِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ - مُتَّفَقٌ عَلَيْه

Ibnu Abbas RA berkata bahwa ketika Nabi SAW baru tiba di Madinah, orang-orang madinah biasa menjual buah kurma dengan cara salaf  satu tahun dan dua tahun.

Maka Nabi SAW bersabda,"Siapa menjual buah kurma dengan cara salaf, maka lakukanlah salaf itu dengan timbangan yang tertentu, berat tertentu dan sampai pada masa yang tertentu”. (HR. Bukhari dan Muslim)

وَعَنْ عَبْدِ اَلرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى، وَعَبْدِ اَللَّهِ بْنِ أَبِي أَوْفَى رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالا: كُنَّا نُصِيبُ اَلْمَغَانِمَ مَعَ رَسُولِ اَللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَِسَلَّمَ وَكَانَ يَأْتِينَا أَنْبَاطٌ مِنْ أَنْبَاطِ اَلشَّامِ فَنُسْلِفُهُمْ فِي اَلْحِنْطَةِ وَالشَّعِيرِ وَالزَّبِيبِ وَفِي رِوَايَةٍ: وَالزَّيْتِ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى قِيلَ: أَكَانَ لَهُمْ زَرْعٌ؟ قَالا: مَا كُنَّا نَسْأَلُهُمْ عَنْ ذَلِكَ - رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ

Abdurrahman bin Abza dan Abdullah bin Auf RA keduanya mengatakan,"Kami biasa mendapat ghanimah bersama Rasulullah SAW.

Datang orang-orang dari negeri syam.

Lalu kami melakukan akad salaf kepada mereka untuk dibayar gandum atau sya'ir atau kismis dan minyak sampai kepada masa yang telah tertentu.

Ketika ditanyakan kepada kami,"Apakah mereka itu mempunyai tanaman?”. Jawab kedua sahabat ini,"Tidak kami tanyakan kepada mereka tentang itu”. (HR Bukhari dan Muslim)

قال ابن عباس : أشهد أن السلف المضمون إلى أجل مسمى قد أحل الله في كتابه وأذن فيه ثم قرأ هذه الآية (أخرجه الشافعي في مسنده)

Ibnu Al-Abbas berkata, Aku bersaksi bahwa akad salaf (salam) yang ditanggung hingga waktu yang ditentukan telah dihalalkan Allah dalam Kitab-Nya dan Dia telah mengizinkannya.

Kemudian beliau membaca ayat ini. (HR Asy-Syafi'i dalam musnadnya)

Dropship Halal

Dari dua cara akad di atas, maka jual beli dropship ini bisa dikatakan tidak melanggar ketentuan syariah. 

Meski sebagai reseller penjual belum memiliki barangnya, dan modalnya hanya informasi spek saja, tetapi syariat Islam membolehkan akad seperti ini.

Akadnya bisa saja sebagai simsarah, atau broker. Mungkin yang agak mendekati adalah reseller (penjual reseller).

Berarti penjual tidak membeli barang atau jasa, hanya membantu menjualkan barang atau jasa orang lain (distributo). Lalu reseller mendapat fee dari tiap penjualan.

Atau akadnya bisa juga pakai akad kedua, yaitu akad salam. Pembeli membayar dulu kepada reseller penjual atas suatu barang atau jasa yang belum diserahkan, bahkan belum dimiliki.

Lalu uang pembayarannya itu baru dibelikan barang yang dimaksud, dan dijual ke pembeli. Reseller mendapatkan keuntungan dari selisih harga.

Bila seandainya barang tersebut atas nama penjual, itu juga dibolehkan karena reseller membeli dari sumbernya dan menjualkan kembali.

Bahwa barang itu tidak sempat mampir ke tangan penjual, hal tersebut tidak dipandang sebagai masalah.

Realitanya, seperti minyak kelapa sawit yang ada di hutan Kalimantan itu dijual ke berbagai negara lain (ekspor), tanpa harus mampir ke rumah pemiliknya.

Mereka pemilik hanya tahu bahwa rekening mereka tiap hari bertambah terus, tanpa pernah melihat sendiri seperti apa minyak kelapa sawit yang mereka perjual-belikan.

Hanya saja dalam akad salam ini, harus dipenuhi beberapa syarat dan ketentuan, antara lain :

Syarat Pada Barang

  1. Bukan Ain-nya Tapi Spesifikasinya
    • Dalam akad salam, penjual tidak menjual ain suatu barang tertentu yang sudah ditetapkan, melainkan yang dijual adalah barang dengan spesifikasi tertentu.
    • Sebagai contoh, seorang pedagang material bangunan menjual secara salam 10 kantung semen dengan merek tertentu dan berat tertentu kepada seorang pelanggan. Kesepakatannya pembayaran dilakukuan saat ini juga, namun penyerahan semennya baru 2 bulan kemudian, terhitung sejak akad itu disepakati.
    • Walaupun saat itu mungkin saja si pedagang punya 10 kantung semen yang dimaksud di gudangnya, namun dalam akad salam, bukan berarti yang harus diserahkan adalah 10 kantung itu. Pedagang itu boleh saja dia menjual ke-10 kantung itu saat ini ke pembeli lain, asalkan nanti pada saat jatuh tempo 2 bulan kemudian, dia sanggup menyerahkan 10 kantung semen sesuai kesepakatan.
    • Sebab yang dijual bukan ke-10 kantung yang tersedia di gudang, tapi yang dijual adalah 10 kantung yang lain, yang mana saja, asalkan sesuai spesifikasi.
  2. Barang Jelas Spesifikasinya
    • Barang yang dipesan harus dijelaskan spesifikasinya, baik kualitas mau pun juga kuantitas. Termasuk misalnya jenis, macam, warna, ukuran, dan spesifikasi lain. Pendeknya, setiap kriteria yang diinginkan harus ditetapkan dan dipahami oleh kedua-belah pihak, seakan-akan barang yang dimaksud ada di hadapan mereka berdua.
    • Dengan demikian, ketika penyerahan barang itu dijamin 100% tidak terjadi komplain dari kedua belah pihak.
    • Sedangkan barang yang tidak ditentukan kriterianya, tidak boleh diperjual-belikan dengan cara salam, karena akad itu termasuk akad gharar (untung-untungan) yang nyata-nyata dilarang dalam hadits berikut:
    • أنَّ النبي ص نهى عن بيع الغرر- رواه مسلم
    • Nabi SAW jual-beli untung-untungan." (HR Muslim)
  3. Barang Tidak Diserahkan Saat Akad
    • Apabila barang itu diserahkan tunai, maka tujuan utama dari salam malah tidak tercapai, yaitu untuk memberikan keleluasan kepada penjual untuk bekerja mendapatkan barang itu dalam tempo waktu tertentu.
    • Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW :
    • مَنْ أَسْلَفَ فِي تَمْرٍ فَلْيُسْلِفْ فِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ - مُتَّفَقٌ عَلَيْه
    • Siapa yang meminjamkan buah kurma maka harus meminjamkan dengan timbangan yang tertentu dan sampai pada masa yang tertentu”. (HR. Bukhari dan Muslim)
    • Al-Qadhi Ibnu Abdil Wahhab mengatakan bahwa salam itu adalah salaf, dimana akad itu memang sejak awal ditetapkan untuk pembayaran di awal dengan penyerahan barang belakangan.
  4. Batas Minimal Penyerahan Barang
    • Al-Karkhi dari Al-Hanafiyah menyebutkan minimal jatuh tempo yang disepakati adalah setengah hari dan tidak boleh kurang dari itu.
    • Ibnu Abil Hakam mengatakan tidak mengapa bila jaraknya 1 hari.
    • Ibnu Wahab meriwayatkan dari Malik bahwa minimal jarak penyerahan barang adalah 2 atau 3 hari sejak akad dilakukan.
    • Ulama lain menyebutkan minimal batasnya adalah 3 hari, sebagai qiyas dari hukum khiyar syarat.
  5. Jelas Waktu Penyerahannya
    • Harus ditetapkan di saat akad dilakukan tentang waktu (jatuh tempo) penyerahan barang. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW :
    • إلى أَجَلٍ مَعْلُومٍ
    • Hingga waktu (jatuh tempo) yang telah diketahui (oleh kedua belah pihak) pula." (Muttafaqun 'alaih)
    • Para fuqaha sepakat bila dalam suatu akad salam tidak ditetapkan waktu jatuh temponya, maka akad itu batal dan tidak sah. Dan ketidak-jelasan kapan jatuh tempo penyerahan barang itu akan membawa kedua-belah pihak ke dalam pertengkaran dan penzaliman atas sesama.
    • Jatuh tempo bisa ditetapkan dengan tanggal, bulan, atau tahun tertentu, atau dengan jumlah hari atau minggu atau bulan terhitung sejak disepakatinya akad salam itu.
  6. Dimungkinkan Untuk Diserahkan Pada Saatnya
    • Pada saat menjalankan akad salam, kedua belah pihak diwajibkan untuk memperhitungkan ketersedian barang pada saat jatuh tempo. Persyaratan ini demi menghindarkan akad salam dari praktek tipu-menipu dan untung-untungan, yang keduanya nyata-nayata diharamkan dalam syari'at Islam.
    • Misalnya seseorang memesan buah musiman seperti durian atau mangga dengan perjanjian: "Barang harus diadakan pada selain waktu musim buah durian dan mangga", maka pemesanan seperti ini tidak dibenarkan. Selain mengandung unsur gharar (untung-untungan), akad semacam ini juga akan menyusahkan salah satu pihak. Padahal diantara prinsip dasar perniagaan dalam islam ialah "memudahkan", sebagaimana disebutkan pada hadits berikut:
    • لا ضَرَرَ ولا ضِرَار
    • Tidak ada kemadharatan atau pembalasan kemadhorotan dengan yang lebih besar dari perbuatan. (HR. Ahmad)
    • Ditambah lagi pengabaian syarat tersedianya barang di pasaran pada saat jatuh tempo akan memancing terjadinya percekcokan dan perselisihan yang tercela. Padahal setiap perniagaan yang rentan menimbulkan percekcokan antara penjual dan pembeli pasti dilarang.
  7. Jelas Tempat Penyerahannya
    • Yang dimaksud dengan barang yang terjamin adalah barang yang dipesan tidak ditentukan selain kriterianya. Adapun pengadaannya, maka diserahkan sepenuhnya kepada pengusaha, sehingga ia memiliki kebebasan dalam hal tersebut. Pengusaha berhak untuk mendatangkan barang dari ladang atau persedian yang telah ada, atau dengan membelinya dari orang lain.
    • Persyaratan ini bertujuan untuk menghindarkan akad salam dari unsur gharar (untung-untungan), sebab bisa saja kelak ketika jatuh tempo, pengusaha –dikarenakan suatu hal- tidak bisa mendatangkan barang dari ladangnya, atau dari perusahaannya.

Demikian sedikit ulasan tentang hukum dropshipping semoga bermanfaat. Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahamtullahi wabrakatuh, Ahmad Sarwat,LC.,MA.

Bisnis Dropship HNI Pioneer

Merujuk pada penjelasan diatas mari kita analisa bagaimana system dropship HNI Pioneer, apakah sudah memenuhi unsur-unsur halal dalam jual beli barang.

1. Bukan Ain-nya tapi spesifikasinya.

Sebagai contoh : ketika ada calon pembeli memesan kopi sehat HNI Coffee, maka HNI Pioneer akan mengirim kepada yang bersangkutan stok HNI Coffee mana saja yang tersedia pada saat itu.

2. Barang jelas spesifikasinya.

Semua deskripsi produk sudah di publikasikan pada halaman produk meliputi : izin edar, kandungan, manfaat, harga dll. Dengan demikian bisa memberi gambaran kepada calon konsumen untuk membeli atau menolak.

3. Barang tidak diserahkan saat akad.

Pandangan admin, saat akad di maksud adalah pada saat konsumen memutuskan untuk melakukan transfer pembelian produk, tidak serta merta pada saat itu juga barang di terima konsumen.

Tetapi melalui proses pengiriman yang akan memakan waktu beberapa hari sesuai alamat konsumen. Estimasi barang di terima ini pun sudah di maklumi oleh konsumen.

4. Batas minimal penyerahan barang.

Batas penerimaan barang sampai di tangan konsumen adalah lamanya sesuai estimasi waktu kirim pemilik jasa ekspedisi dengan batas tercepat dan batas paling lambat yang sudah di ketahui konsumen.

5. Jelas waktu penyerahannya.

Batas akhir penyerahan barang ke tangan konsumen adalah waktu terlama yang di butuhkan oleh jasa ekpedisi dalam mengantarkan barang ke alamat konsumen.

Dengan jaminan barang akan sampai dan di terima oleh konsumen.

6. Dimungkinkan untuk diserahkan pada saatnya.

Klausal ini sepertinya sudah jelas, barang akan sangat mungkin bisa tiba ke tangan konsumen sesuai estimasi waktu tempuh ke alamat tujuan.

7. Jelas tempat penyerahannya.

Ini juga sudah sangat jelas, bahwa tempat diterimanya barang adalah alamat yang dikehendaki oleh konsumen.

Dari ke-7 syarat ketentuan diatas, ternyata tanggung jawab terbesar berada pada HNI Pioneer.

Reseller yang melakukan dropship sama sekali tidak dikenakan pasal klaim bila suatu saat terjadi permasalahan.

  • Bila barang tidak sampai ke tangan konsumen melebihi 2 pekan sejak jadwal seharusnya, maka HNI Pioneer bertanggung jawab untuk mengembalikan semua biaya pembelian tanpa di potong satu rupiah pun.
  • Bila barang diterima ada yang cacat, maka HNI Pioneer akan mengganti dengan barang sejenis

PENUTUP

Mudah-mudahan penjelasan halal haram bisnis dropship diatas bisa memberi gambaran lebih utuh mengenai status hukum bisnis dropship.

Sekaligus menjawab pertanyaan dari beberapa agen-agen HNI apa latar belakang HNI Pioneer mengadakan penjualan dengan system dropship.

Keputusan akhir saya kembalikan kepada Anda. Admin tidak dalam posisi untuk mempengaruhi Anda agar condong pada salah satu sisi.

Admin berlepas diri atas keputusan agen yang melakukan kegiatan dropship sebab tidak punya kapasitas untuk memaksa.

Jika mau, silahkan ambil. Atau justru jika kurang sreg, silahkan tinggalkan saja.

Admin ucapkan terima kasih kepada al-Ust. Ahmad Sarwat, Lc., MA yang telah memberikan penjelasan masalah ini menjadi lebih gamblang dengan mengambil contoh-contoh yang mudah di cerna akal.

Wallahu alam Bishawab

Sumber ref:
[1] rumahfiqih